Jumat, 20 Maret 2009

Mayapada Indah Wayang Golek

golek1.jpg (8732 bytes) Sejarah Ringkas......

Seni rupa sandiwara boneka berkayu atau lebih lazim jenengan - namanya Wayang Golek, tindak-tanduknya memang kelihatan seperti lagi ngagulitik atau menggolek, asal muasalnya di dataran tinggi Priangan Jawa Barat yang kerajaan buddha Pajajaran masih misésa atau menguasai pada abad XV M., tatkala itu, Sunan Giri, salah satu dari sembilan Wali Songo yang mendatangi pulau Jawa dari perbagai negeri ufuk timur seperti Persia, Turki, Mesir dan Cina untuk beruluk salam sambil mencanangkan kawibawan firman Allah, dipercaya memperkenalkan seni ini kepada penduduk setempat.

Itu lambat-laun terjungkar-jangkir sepanjang daerah Priangan, bergabung sama adat istiadat pra-Islam dan budaya khayalak ramai. Pada hakekatnya, ini dilantarankan aspeknya yang sudah merecup dalam benak masyarakat awam, tasmat menggalang faham-faham hikmah filsafat, akhlak atau malahan bermuatan kasad propaganda. Bahwasanya, setiap babak pementasan adalah bidang permata atau ibarat tematis filsafat tertentu, dengan menyirat makna tersendiri bagi penilik yang berlatar belakang undak-usuk atau tingkat pendidikan berbeda-beda. Berisikan serancaman cerita murni adapun pertikaian kebajikan melawan kedurjanaan dan segala nista kepasikan yang akhirnya cuang-caing. Tidak pelak lagi, bukannya menyerupai selangkas buah papaya bahwa Seni Wayang Golek telah menghaturkan sumbangsih yang cukup berarti dalam hal mencagarkan kesinabungan warisan khazanah budaya tamaddun sunda zaman pra-islam.

Simbolisme para Tokoh
Haraplah maklum tentang adanya syarat mutalak bahwa seberinda pertunjukan Wayang Golek berdasarkan bentuk dan kode-kode warna yang bertujuan menggambarkan ciri masing-masing tokoh dan fihak dikotomis.

Terdapat dua fihak yang saling melawan, yakni tokoh baik yang berperangai halus dan rendah hati dan yang dursila tabiatnya kasar dan suwaban (angkuh). Sementangpun para persona tidak bersifat manikeis dan tokoh halus pun mempunyai belang, sedangkan tokoh kasar memiliki sifat yang konon tidak perlu selalu kita dayus.
golek2.jpg (10459 bytes)
Skema warna
Merah: keberingasan, sifat toma (angkara murka), ketidaksabaran, rasa wera (amarah)/Hitam dan biru : ketentraman, kebangkitan rohani, kedewasaan/Putih: kemurnian, budi luhur dan tatakrama/Mas dan kuning : para narapati dan kaum ningrat.

Warna Pandé (rupa raut muka)

Putih untuk seorang pangeran muda/Hitam untuk ketulusan hati atau kesucian/Hijau untuk kemunafikan/Biru adalah ta'yin sikap yang tidak mandraguna - gagah.
Sosok tubuh
Halus : Kepala menganggut sebagai pertanda kerendahan hati dan watak yang tidak usung ésang - suka membantu melakukan kejahatan, wajah halus, hidung mancung, mata berbentuk buah badam, kulit konéng pisitan - kuning langsat dan berperawakan tinggi langsing. Gentra (suara) merdunya leuleuy (lemah lembut)yang begitu rendah nadanya bahkan terkadang tidak kedengaran.


Kasar : Sifatnya angguklung - besar kepala, mereka lebih pendek, sosok tubuhnya bagai yaksa - raksasa; secara caluntang - tidak tahu adat, kepala menengadah dan matanya yang sangat belotot tampak membusung. Hidung besarnya pesek, sosok tubuhnya rapat dan kasar, warna kulitnya gelap.


Mata atau soca yang membundar melambangkan keperkasaan tokoh halus dan kebengisan tokoh kasar.
Para Tokoh Mahabarata
bimab.jpg (5506 bytes) Pandava seikhwan : Kekuatan bajik. Putra-putra Devi Kunti ini melambangkan kebangsawanan, kehalusan dan pengetahuan. Yudistira : ini putra sulung berperangai lemah gemulai yang mewakili keadilan dan kebiasaan introspektif (digambarkan dengan pengandaman rambut padat dan kompak), persona ini berbudi luhur namun kebesaran hatinya kadangkala suka berlebih-lebihan.
Bima : Adalah benyamin kulasentana Pandava, bertubuh kekar dan berwatak culika - jahil, seorang ksatria tulen par exellence yang membuat lawan geletaran ketika mendengar suaranya. Putra bungsu ini menjelmakan nyali besar dan tahu bagaimana menghormati dan menjulang etika baik. Dirinya mengantapi dua pekarang sakti : ibu jari berangkap yang mirip cakar - Kuku Pancanaka dan palu besar - Gada Rujak Pala.
Arjuna : Rundayan (trah) dewa Indra, beradab dan halus, meskipun bersopan-santun, cacatnya adalah kebiasaan bernapsi-napsi ngarungrum - merayu perempuan

Persaudaraan kembar Nakula dan Sadeva : mengenyam sasana maknawi dari wiku atau pendeta Durna yang ngawisik atau mengajar ilmu kebatinan kepadanya. Rambut cepak mereka wujudnya menyerupai ekor kalajengking (keriting).

Para Kurava : Kekuatan pasik ini juga merupakan perlambang pembinasaan dan terdiri atas 99 putra dan 1 putri.
Duryudana : Pemimpin nasab Kurava, korban dari diberinya nasehat oleh pamannya Sangkuni.
Kama : Kerabat Pandava dibesarkan para Kurava ini yang mencoba berkhidmat kepada kedua belah pihak dan achirul kalam, tammat riwayat saat Arjuna memupuskannya.

narasoma.jpg (5057 bytes) Narasoma : Salah satu pengagum resiwara Durna. Kulawangsa Barata
menafikannya. Kecantikan geureuha - istrinya menyebabkan Narasoma
berlinyak dengan Arjuna yang walhasil raib tatkala aduan itu. Apes, Narasoma
bakal merelakan jiwanya atas wejangan sang guru Durna yang telah
mengkhianatinya. Narasoma melambangkan kesetiaan.
gatotb.jpg (5104 bytes) Gatot Kaca : Salah satu putra Bima, wataknya yang
manggulang-mangguling atau gagah, menyamai
kurnia gaib yang menjelaskan kenapa dirinya bisa
menerbangi langit dan mendengar dari jarak jauh.
Para Tokoh Ramayana
ramab.jpg (6010 bytes) Rama : Salah satu putra raja Ayodya yang mengayomi rakyat
jelata dan punya keahlian menangani panah kelodan dan
merancangkan siasat militer. Sita, mempelainya, akan
diciduk Ravana.
wibib.jpg (5590 bytes) Wibisana : Adik raja Ravana yang meruntak penculikan Sita
akan memutuskan untuk memihak kepada Rama. Walaupun
dirinya merupakan tokoh macakal - berdikari yang senantiasa
membela keadilan, Wibisana bahkan merupakan perlambang
kecederaan.
shinta1b.jpg (5397 bytes) Sita (atau Devi Sita) : istri Rama, kecantikannya
adalah karunia indraloka, tepatnya untuk alasan
itu Rama curak-curak (bersuka ria) menculiknya;
Sita berupa perlambang nirmala kesetiaan suci
yang tulus ikhla dan murni.
Indrajit : Putra Ravana
Ravana (dikenal pula sebagai Dasamuka, Dasakhanta) : Raja khalaik raksasa yang mengediami pulau Lanka (Sri Lanka); gangas (lalim) dan lancang, Ravana menciduk Sita, istri Rama.
Delem beserta Sangut : Abdi-abdi Ravana yang pengecut.
Tualen atau Malen : Saudara laki-laki Merdah yang mengejawantahkan kearifan syurgawi, mereka tidak gegetun (menyesal) mengabdi kepada Rama.
indrajit.jpg (5232 bytes)
Raksasa dan Buta : Danawa-danawa upadata kedurjanaan yang raray atau berwajah merah, mata besarnya menonjol dan hidung besarnya tampak membengkak.
Hanuman : Senapati balatentara kerah putih dan agen rahasia yang akan diutus ke Alengka di pulau Lanka agar mencari
Sita - Perlambang ketabahan dan kasuyudan - kesetiaan
Prahasta : Wazir Ravana
Marica : Saudara perempuan atau gundal Ravana
Pangkal Cerita......
Tidaklah sepadi halmana bahwa wiracarita Mahabarata dan Ramayana yang cikal bakalnya di India merupakan subyek pokok ganda yang dapat dijumpai pada semua ujud seni wayang; kedua hasil karya terdiri dari 180 lebih Pakem (buku).

Mahabarata
Adapun Mahabarata, susunannya berlampiran 100.000 bait dan 18 jilid...yaitu epos wangsa Baratamendongengkan pergolakan kuasa yang terjadi dalam kurun zaman sekitar abad 13 atau 14 SM. di wilayah paksina India, di satu fihak, antawis réréhan atau antara keluarga Kurava dan sepupunya ikhwan Pandava yang mengeréh - memerintah kerajaan Ngasmana. Para Pandava mewakili cahaya (kebajikan) dan para Kurava adalah mahaduta kekelaman (kepasikan).

Tersebab oleh banyaknya ikhtilaf episode yang memberi garis lingkaran alkissah, maka amat ruwat seluk beluk hikayat. Para Kurava yang dilahirkan ke buana melalui perantaraan dewata bernama Durga, berupaya melunyah kelima ikhwan Pandava sambil bertualang menyerempak kerajaan Astina peranti memaksakan kulawanda dinatanya ngarengkuh atau meniarap sebagai pertanda sewaka kepada para penakluk.

Awal bermula, para Kurava yang mencoba menanguskan para Pandava, lingsem karena difadihatkan mengunggulinya tatkala aduan hasar dadu. Pihak yang kalah akhirnya minggat ke Virata, persemayaman embahnya, untuk bersuaka. Dari situlah mereka berprakarsa merebut kembali kerajaan yang telah lindang tandas; walaupun eceknya onyak-anyik mengasung apa-apa, syahdan , mereka keteter terhadap perkembangan situasi yang berubah sedemikian langkas, meruyaknya perang dahsyat yang berupa suatu pertumpahan darah sakaratu imaut ini disebut Barata Yuda.

Suyudana dibasmi oleh Bima sesepuh para Kurava, selepas peristiwa-peristiwa tidak tepermanai, Yudistira pun menghunus cenangkas dan menyalang raja Salya.

Muak terhadap segala nirca atau aib keberingasan, Yudistira bersiap menyangkal disirihkannya singgasana kiani kepada dirinya namun diperingatkan akan darma baktinya oleh pangeran Kresna.

Beberapa tahun lewat, lantas berpulang ke belantara, para Pandava untuk satu per satu mendapat tanah tersirah, Yudistira akhirnya dicari-cari dewa Indra.

Ramayana

Inilah kisah pangeran Rama, awatara Visnu.

Pangeran Rama, putra sang narapati Ayodya memenangkan turnamen panah, maka selaku hadiah Rama yang asih kikindeuwan (selayang pandang anggap pantas jadi istri/suami) sama Sita diperkenankan mempersunting gadis rupawan dan muda belia itu.

Berikut seleretan intrik, saudara laki-laki Rama bernama Barata naik takhta dan yang satu lagi bernama Lesmana beserta mempelainya Sita pada berhijrah ke dalam pengasingan di rimba sawang di mana bersua dengan Marica salah satu saudara perempuan atau panakawan Ravana raja pulau Lanka......Marica punya renjana kepada Rama yang menolaknya sebagai tambatan hati, seterusnya, Marica yang senyampang Kasarumahan muriang édan kasmaran atau kesurupan demam sakit berahi lantaran tertimpa prahara wayang-wuyungan (sedih karena gandrung), sangking mangkelnya telinga dan hidung Lesmana dikudungnya!

Tidak segan-segan, Ravana membalas dendam kasumat demi saudara perempuannya dengan mengoyok-oyok Rama dan Lesmana sembari reyem-reyem atau menyaru jadi fakir gelandangan, Sita diculiknya dari kereta perangnya yang mampu menyimpang-nyiurkan cakrawala. Kedua kakak adik tersebut berangkat menyelamatkan Sita, kemudian bertemu Hanuman yang menghalakan pasukannya beranggota sekerumun kerah putih dari kerajaan Sugriwa - narapati Pancawati. Rama dan Lesmana meremas saudara laki-laki Sugriwa bernama Subali yang nyingkah atau menyingkirnya dari singgasana kiani...selaku pahala mengimpas, pasukan kerah ditauliahkan kepada Rama guna merampak puri Ravana. Hanuman bersahakarya dalam arti merupakan tokoh yang pertama kali menemui Sita, itu terjadi hanya seusai memangkah ikan raksasa bernama Kataksini, akan tetapi, Hanuman pada akhirnya kesangsang perangkap musuh.

Terkena hukuman mati, Hanuman yang eumeur atau babak-belur tidak luncas meluputkan diri ketika terpancang di galah agar supaya dibakar; dirinya menyatu lagi sama handai taulannya.

Setelah menjembatani pulau Lanka dengan benua India, Rama mengerahkan balatentara kerahnya untuk menggempur pulau itu; ketika bertempur, pada saat terjadinya suatu duel danawira, Rama berhasil menumpas Ravana. Dirinya yang menghidupi pengasingan selama 13 tahun kembali ke Ayodya di mana mendapat kembali peterana. Kendatipin begitu, Sita urung membuat takrir akan kesetiaannya kepada Rama yang tadinya benar-benar leungiteun atau kehilangan Sita tatkala istrinya itu menderita eksistensi tawanan di bawah naungan zalim Ravana. Patah hati atau liwung, Rama terpusa mengambil putusan mengusir Sita dari kerajaan. Lantas, Sita melahirkan dua anak kembar dan tidak lama kemudian, mangkat. Rama yang saat itu kewalahan manalagi tertunggang langgang dan welas atau keibaan nasib malang yang merundung permaisuri mendiangnya, kepada kedua putranya mempercayakan kerajaannya, kelak, usai menerima wangsit dari suralaya, nitis lagi sebagai Visnu bari memaerat dari mercapada fana. Ada juga satu versi lain yang merawi bahwa Sita sukses meloloskan diri dari gemblengan jiwa tersebut.

Wiracarita lainnya

Amir Hamzah:
Riwayat petualangan Amir Hamzah yang mempunyai pelbagai nama: Amir Ambyah, Jayengrana, Menak dan lain sebagainya...yakni paman rasul'lah nabi Muhammad. Seseorang harus menelusuri sejarah kembali pada tarikh ketika Harun-al-Rasyid yang pertama kali mengenjak pulau Jawa sekitar abad XV M. menduduki takhta (sekitar 800 M.).

Wayang Golek
Boneka diolah dengan mengantapi kayu ukiran berbongkol bulat, kepala dan langan dapat dilepaskan; wayang golek yang ditunjang tuding atau gagang lazimnya berpakaian tenunan berwarna-warni, kebanyakan berukuran besar.

Wayang golek menduduki meja kayu bergerek-gerek dengan seruntunan liang - plangkan yang berurutan rumpang, semuanya berlaku demikian agar supaya dalang bisa lebih nyaman mengatur gerak-gerik wayang. Tokoh halus selalu tampil dari palih sisi kanan, sedangkan bagi yang kasar, sebelah kiri.

Wayang golek sering digunakan untuk menamatkan pagelaran wayang kulit peranti menggambarkan perobahan di jagat raya - aluran berangsur dari tahap wujud eksistensi dwimatra ke yang trimatra. Namun rakyat murba Jawa barat lebih menggemari wayang golek karena intisari tematiknya lebih maujud dan duniawi ketimbang wayang kulit yang lebih cenderung bernuansa abstrak, jadi tidak nyana lebih populer di kalangan elit.

Bagi peminat yang ingin memperoleh boneka wayang golek...itu mah sual gampil, atau dengan kata lain itu sih soal gampang...réh iasa dipendak, karena bisa ditemukan di berbagai toko butik, terutama yang berlamparan di kota Bandung, ibukota propinsi Jawqa barat yang menginggapi puser budaya sunda priangan.

Dalang
Berdasarkan tradisi sunda menjelang datangnya agama islam, dalang mengantara antara dewata kahyangan dan insan bumi. Idem, dirinya berperan sebagai wahana sasana untuk menyebarkan tema-tema universal dan kaedah-kaedah agamiah, alhasil dapat dikatakan bahwa inilah satu contoh dari sekian banyak sarana didaktik dalam rangka meladeni kesejahteraan penduduk luak desa.

Dalang mengarah pagelaran yang sekaligus mencancangkan tugas selaku:
- ahli teknik : menghidupkan wayang

- juru ceritera : mengissahkan sandiwara sayu atau melodrama dalam bahasa sunda, terkadang bertutur dalam bahasa indonesia jika dalangnya berbicara sendirian dan badut-badut yang silih témpas - berbicara secara bergantian sama para hadirin.
- penyanyi : persediaan lakon mesti dilafalnya,
- juru tiru : harus meniru suara para tokoh supaya penonton akan segera mengenalnya,

- konduktor : memberi petunjuk ke orkes dan wajib memainkan setiap alat musik yang bersangkutan.

Dalangnya harus menggembirakan penonton selama berjam-jam dan agar memenuhi tuntutan itu, kadangkala, selain mesti berperilaku lebih serius, bahkan amat lentong (aksen bicara yang menghormati) dalam suasana murung hati...dirinya diharap menakrirkan kesadaran akan humor; dari waktu ke waktu, dalang menyisipkan untai-untai kocak dan perbuatan jenaka untuk menyenangkan para hadirin dan memacukan kana'at sesuai kalangenan atau kesukaan penonton. Maka untuk itu ada beberapa tokoh yang kita tidak menjumpai pada babak lebih awal.


Lantas, ini niscaya halwa telinga yang nilai estetika amat berharga, dilapik keselarasan antara santainya adegan lucu dan melankolisme sayu rayu yang memberi kekhasaan pada seni klasik Wayang Golek di Indonesia. Upami nyarios perkawis hal ieu, sayaktosna, nalika saurang kantos ningali tongtonan Wayang Golék, nyindang di wewengkon Parahyangan; tan wandé yen ieu hal anu pasti nu éndah jalaran pamandangan nu meni saé pisan téh ngadamel hatosna teu kapambeng nineung sami srangéngé hurung-hérang matak silo mentrang pagunungan éta anu disimbeuh cahayaanna sareng halimun nalangsa sapertos marakayangan nu ngawengkuna téa - Jika berbicara tentang hal ini, sesungguhnya, ketika seseorang pernah melanja di wilayah Parahyangan - persemayaman dewata, dan menonton pagelaran Wayang Golek; pasti, sebab pemandangan yang bagus sekali ini membikin hatinya tidak mengewa untuk selalu rindu akan indahnya kelap-kelip matahari menjemur pegunungan yang disemburkan cahayanya dan kabut suram bagai arwah gentayangan yang meliputinya...... Begitulah, alam rindang yang menjelma di kalbu apabila menatap tamasya Wayang Golek yang kadang-kadang tampil mengenjut igal-igalan.

Ikhwal keadaannya......Nanging, éta mah sanésna teu iasa janten ngageunjleungkeun kaayaan, teu uninga naha aya inohong nu ngalugas pakarang ka si anu bari nyingray, aéh...engké lanan atuh! Sakedahna, teu kéning dugi ngangluh teuing atanapi nyuhunkeun sarantos ti pak dalang, itu margi aya hal anu pasti nu nuju sumping, malih sanés réhing hamo aya naon-naon nu badé nyintreuk, kajabi nyandak hal anu pasti kanggo samudayana, ieu supados ngadamelna langkung bingah - walaupun begitu, itu bukannya langkara membuat keadaan heboh, entah kenapa ada yang berseregang melutu si anu sembari ongkang-ongkang, eh...nanti dulu! Seharusnya, jangan sampai terlalu murung hati atau minta tempo dari pak dalang, itu sih lantaran ada sesuatu yang datang, malah bukan karena tidak bakal ada apa-apa yang akan menyentil, kecuali membawa sesuatu bagi semuanya, ini supaya membuatnya lebih bahagia. Alhasil, bilih tos palay lali, mohal, nyaéta mung réhma ieu darmawisata téh kabuktosan sayogi miroséa hal anu pasti nu ngawulang pituduh wijaksana éta nu ngayuga tina anggah ungguh budaya Sunda; sanaos kitu, tangtos, dina danget ieu, teu luput yen sadayana téh masihan ka sugri urang kaperyogian hiji jiga sasana anu pangaosna urang ogé iasa ngemut katut nyepeng sapaosna - Alhasil, andai kata sudah mau lupa, mustahil, yaitu hanya karena darmawisara ini terbukti sudi memperlihatkan sesuatu yang mengajar suatu keperluan seperti kebijaksanaan sunyata yang kelahirannya disebabkan oleh tata krama budaya sunda, walau demikian, tentunya, pada saat ini semuanya memberi kepada setiap orang pelajaran yang nilainya kita pun boleh mengingat dan memegang selamanya.
gunungan.gif (6953 bytes)

Mayapada Indah Wayang Golek

golek1.jpg (8732 bytes) Sejarah Ringkas......

Seni rupa sandiwara boneka berkayu atau lebih lazim jenengan - namanya Wayang Golek, tindak-tanduknya memang kelihatan seperti lagi ngagulitik atau menggolek, asal muasalnya di dataran tinggi Priangan Jawa Barat yang kerajaan buddha Pajajaran masih misésa atau menguasai pada abad XV M., tatkala itu, Sunan Giri, salah satu dari sembilan Wali Songo yang mendatangi pulau Jawa dari perbagai negeri ufuk timur seperti Persia, Turki, Mesir dan Cina untuk beruluk salam sambil mencanangkan kawibawan firman Allah, dipercaya memperkenalkan seni ini kepada penduduk setempat.

Itu lambat-laun terjungkar-jangkir sepanjang daerah Priangan, bergabung sama adat istiadat pra-Islam dan budaya khayalak ramai. Pada hakekatnya, ini dilantarankan aspeknya yang sudah merecup dalam benak masyarakat awam, tasmat menggalang faham-faham hikmah filsafat, akhlak atau malahan bermuatan kasad propaganda. Bahwasanya, setiap babak pementasan adalah bidang permata atau ibarat tematis filsafat tertentu, dengan menyirat makna tersendiri bagi penilik yang berlatar belakang undak-usuk atau tingkat pendidikan berbeda-beda. Berisikan serancaman cerita murni adapun pertikaian kebajikan melawan kedurjanaan dan segala nista kepasikan yang akhirnya cuang-caing. Tidak pelak lagi, bukannya menyerupai selangkas buah papaya bahwa Seni Wayang Golek telah menghaturkan sumbangsih yang cukup berarti dalam hal mencagarkan kesinabungan warisan khazanah budaya tamaddun sunda zaman pra-islam.

Simbolisme para Tokoh
Haraplah maklum tentang adanya syarat mutalak bahwa seberinda pertunjukan Wayang Golek berdasarkan bentuk dan kode-kode warna yang bertujuan menggambarkan ciri masing-masing tokoh dan fihak dikotomis.

Terdapat dua fihak yang saling melawan, yakni tokoh baik yang berperangai halus dan rendah hati dan yang dursila tabiatnya kasar dan suwaban (angkuh). Sementangpun para persona tidak bersifat manikeis dan tokoh halus pun mempunyai belang, sedangkan tokoh kasar memiliki sifat yang konon tidak perlu selalu kita dayus.
golek2.jpg (10459 bytes)
Skema warna
Merah: keberingasan, sifat toma (angkara murka), ketidaksabaran, rasa wera (amarah)/Hitam dan biru : ketentraman, kebangkitan rohani, kedewasaan/Putih: kemurnian, budi luhur dan tatakrama/Mas dan kuning : para narapati dan kaum ningrat.

Warna Pandé (rupa raut muka)

Putih untuk seorang pangeran muda/Hitam untuk ketulusan hati atau kesucian/Hijau untuk kemunafikan/Biru adalah ta'yin sikap yang tidak mandraguna - gagah.
Sosok tubuh
Halus : Kepala menganggut sebagai pertanda kerendahan hati dan watak yang tidak usung ésang - suka membantu melakukan kejahatan, wajah halus, hidung mancung, mata berbentuk buah badam, kulit konéng pisitan - kuning langsat dan berperawakan tinggi langsing. Gentra (suara) merdunya leuleuy (lemah lembut)yang begitu rendah nadanya bahkan terkadang tidak kedengaran.


Kasar : Sifatnya angguklung - besar kepala, mereka lebih pendek, sosok tubuhnya bagai yaksa - raksasa; secara caluntang - tidak tahu adat, kepala menengadah dan matanya yang sangat belotot tampak membusung. Hidung besarnya pesek, sosok tubuhnya rapat dan kasar, warna kulitnya gelap.


Mata atau soca yang membundar melambangkan keperkasaan tokoh halus dan kebengisan tokoh kasar.
Para Tokoh Mahabarata
bimab.jpg (5506 bytes) Pandava seikhwan : Kekuatan bajik. Putra-putra Devi Kunti ini melambangkan kebangsawanan, kehalusan dan pengetahuan. Yudistira : ini putra sulung berperangai lemah gemulai yang mewakili keadilan dan kebiasaan introspektif (digambarkan dengan pengandaman rambut padat dan kompak), persona ini berbudi luhur namun kebesaran hatinya kadangkala suka berlebih-lebihan.
Bima : Adalah benyamin kulasentana Pandava, bertubuh kekar dan berwatak culika - jahil, seorang ksatria tulen par exellence yang membuat lawan geletaran ketika mendengar suaranya. Putra bungsu ini menjelmakan nyali besar dan tahu bagaimana menghormati dan menjulang etika baik. Dirinya mengantapi dua pekarang sakti : ibu jari berangkap yang mirip cakar - Kuku Pancanaka dan palu besar - Gada Rujak Pala.
Arjuna : Rundayan (trah) dewa Indra, beradab dan halus, meskipun bersopan-santun, cacatnya adalah kebiasaan bernapsi-napsi ngarungrum - merayu perempuan

Persaudaraan kembar Nakula dan Sadeva : mengenyam sasana maknawi dari wiku atau pendeta Durna yang ngawisik atau mengajar ilmu kebatinan kepadanya. Rambut cepak mereka wujudnya menyerupai ekor kalajengking (keriting).

Para Kurava : Kekuatan pasik ini juga merupakan perlambang pembinasaan dan terdiri atas 99 putra dan 1 putri.
Duryudana : Pemimpin nasab Kurava, korban dari diberinya nasehat oleh pamannya Sangkuni.
Kama : Kerabat Pandava dibesarkan para Kurava ini yang mencoba berkhidmat kepada kedua belah pihak dan achirul kalam, tammat riwayat saat Arjuna memupuskannya.

narasoma.jpg (5057 bytes) Narasoma : Salah satu pengagum resiwara Durna. Kulawangsa Barata
menafikannya. Kecantikan geureuha - istrinya menyebabkan Narasoma
berlinyak dengan Arjuna yang walhasil raib tatkala aduan itu. Apes, Narasoma
bakal merelakan jiwanya atas wejangan sang guru Durna yang telah
mengkhianatinya. Narasoma melambangkan kesetiaan.
gatotb.jpg (5104 bytes) Gatot Kaca : Salah satu putra Bima, wataknya yang
manggulang-mangguling atau gagah, menyamai
kurnia gaib yang menjelaskan kenapa dirinya bisa
menerbangi langit dan mendengar dari jarak jauh.
Para Tokoh Ramayana
ramab.jpg (6010 bytes) Rama : Salah satu putra raja Ayodya yang mengayomi rakyat
jelata dan punya keahlian menangani panah kelodan dan
merancangkan siasat militer. Sita, mempelainya, akan
diciduk Ravana.
wibib.jpg (5590 bytes) Wibisana : Adik raja Ravana yang meruntak penculikan Sita
akan memutuskan untuk memihak kepada Rama. Walaupun
dirinya merupakan tokoh macakal - berdikari yang senantiasa
membela keadilan, Wibisana bahkan merupakan perlambang
kecederaan.
shinta1b.jpg (5397 bytes) Sita (atau Devi Sita) : istri Rama, kecantikannya
adalah karunia indraloka, tepatnya untuk alasan
itu Rama curak-curak (bersuka ria) menculiknya;
Sita berupa perlambang nirmala kesetiaan suci
yang tulus ikhla dan murni.
Indrajit : Putra Ravana
Ravana (dikenal pula sebagai Dasamuka, Dasakhanta) : Raja khalaik raksasa yang mengediami pulau Lanka (Sri Lanka); gangas (lalim) dan lancang, Ravana menciduk Sita, istri Rama.
Delem beserta Sangut : Abdi-abdi Ravana yang pengecut.
Tualen atau Malen : Saudara laki-laki Merdah yang mengejawantahkan kearifan syurgawi, mereka tidak gegetun (menyesal) mengabdi kepada Rama.
indrajit.jpg (5232 bytes)
Raksasa dan Buta : Danawa-danawa upadata kedurjanaan yang raray atau berwajah merah, mata besarnya menonjol dan hidung besarnya tampak membengkak.
Hanuman : Senapati balatentara kerah putih dan agen rahasia yang akan diutus ke Alengka di pulau Lanka agar mencari
Sita - Perlambang ketabahan dan kasuyudan - kesetiaan
Prahasta : Wazir Ravana
Marica : Saudara perempuan atau gundal Ravana
Pangkal Cerita......
Tidaklah sepadi halmana bahwa wiracarita Mahabarata dan Ramayana yang cikal bakalnya di India merupakan subyek pokok ganda yang dapat dijumpai pada semua ujud seni wayang; kedua hasil karya terdiri dari 180 lebih Pakem (buku).

Mahabarata
Adapun Mahabarata, susunannya berlampiran 100.000 bait dan 18 jilid...yaitu epos wangsa Baratamendongengkan pergolakan kuasa yang terjadi dalam kurun zaman sekitar abad 13 atau 14 SM. di wilayah paksina India, di satu fihak, antawis réréhan atau antara keluarga Kurava dan sepupunya ikhwan Pandava yang mengeréh - memerintah kerajaan Ngasmana. Para Pandava mewakili cahaya (kebajikan) dan para Kurava adalah mahaduta kekelaman (kepasikan).

Tersebab oleh banyaknya ikhtilaf episode yang memberi garis lingkaran alkissah, maka amat ruwat seluk beluk hikayat. Para Kurava yang dilahirkan ke buana melalui perantaraan dewata bernama Durga, berupaya melunyah kelima ikhwan Pandava sambil bertualang menyerempak kerajaan Astina peranti memaksakan kulawanda dinatanya ngarengkuh atau meniarap sebagai pertanda sewaka kepada para penakluk.

Awal bermula, para Kurava yang mencoba menanguskan para Pandava, lingsem karena difadihatkan mengunggulinya tatkala aduan hasar dadu. Pihak yang kalah akhirnya minggat ke Virata, persemayaman embahnya, untuk bersuaka. Dari situlah mereka berprakarsa merebut kembali kerajaan yang telah lindang tandas; walaupun eceknya onyak-anyik mengasung apa-apa, syahdan , mereka keteter terhadap perkembangan situasi yang berubah sedemikian langkas, meruyaknya perang dahsyat yang berupa suatu pertumpahan darah sakaratu imaut ini disebut Barata Yuda.

Suyudana dibasmi oleh Bima sesepuh para Kurava, selepas peristiwa-peristiwa tidak tepermanai, Yudistira pun menghunus cenangkas dan menyalang raja Salya.

Muak terhadap segala nirca atau aib keberingasan, Yudistira bersiap menyangkal disirihkannya singgasana kiani kepada dirinya namun diperingatkan akan darma baktinya oleh pangeran Kresna.

Beberapa tahun lewat, lantas berpulang ke belantara, para Pandava untuk satu per satu mendapat tanah tersirah, Yudistira akhirnya dicari-cari dewa Indra.

Ramayana

Inilah kisah pangeran Rama, awatara Visnu.

Pangeran Rama, putra sang narapati Ayodya memenangkan turnamen panah, maka selaku hadiah Rama yang asih kikindeuwan (selayang pandang anggap pantas jadi istri/suami) sama Sita diperkenankan mempersunting gadis rupawan dan muda belia itu.

Berikut seleretan intrik, saudara laki-laki Rama bernama Barata naik takhta dan yang satu lagi bernama Lesmana beserta mempelainya Sita pada berhijrah ke dalam pengasingan di rimba sawang di mana bersua dengan Marica salah satu saudara perempuan atau panakawan Ravana raja pulau Lanka......Marica punya renjana kepada Rama yang menolaknya sebagai tambatan hati, seterusnya, Marica yang senyampang Kasarumahan muriang édan kasmaran atau kesurupan demam sakit berahi lantaran tertimpa prahara wayang-wuyungan (sedih karena gandrung), sangking mangkelnya telinga dan hidung Lesmana dikudungnya!

Tidak segan-segan, Ravana membalas dendam kasumat demi saudara perempuannya dengan mengoyok-oyok Rama dan Lesmana sembari reyem-reyem atau menyaru jadi fakir gelandangan, Sita diculiknya dari kereta perangnya yang mampu menyimpang-nyiurkan cakrawala. Kedua kakak adik tersebut berangkat menyelamatkan Sita, kemudian bertemu Hanuman yang menghalakan pasukannya beranggota sekerumun kerah putih dari kerajaan Sugriwa - narapati Pancawati. Rama dan Lesmana meremas saudara laki-laki Sugriwa bernama Subali yang nyingkah atau menyingkirnya dari singgasana kiani...selaku pahala mengimpas, pasukan kerah ditauliahkan kepada Rama guna merampak puri Ravana. Hanuman bersahakarya dalam arti merupakan tokoh yang pertama kali menemui Sita, itu terjadi hanya seusai memangkah ikan raksasa bernama Kataksini, akan tetapi, Hanuman pada akhirnya kesangsang perangkap musuh.

Terkena hukuman mati, Hanuman yang eumeur atau babak-belur tidak luncas meluputkan diri ketika terpancang di galah agar supaya dibakar; dirinya menyatu lagi sama handai taulannya.

Setelah menjembatani pulau Lanka dengan benua India, Rama mengerahkan balatentara kerahnya untuk menggempur pulau itu; ketika bertempur, pada saat terjadinya suatu duel danawira, Rama berhasil menumpas Ravana. Dirinya yang menghidupi pengasingan selama 13 tahun kembali ke Ayodya di mana mendapat kembali peterana. Kendatipin begitu, Sita urung membuat takrir akan kesetiaannya kepada Rama yang tadinya benar-benar leungiteun atau kehilangan Sita tatkala istrinya itu menderita eksistensi tawanan di bawah naungan zalim Ravana. Patah hati atau liwung, Rama terpusa mengambil putusan mengusir Sita dari kerajaan. Lantas, Sita melahirkan dua anak kembar dan tidak lama kemudian, mangkat. Rama yang saat itu kewalahan manalagi tertunggang langgang dan welas atau keibaan nasib malang yang merundung permaisuri mendiangnya, kepada kedua putranya mempercayakan kerajaannya, kelak, usai menerima wangsit dari suralaya, nitis lagi sebagai Visnu bari memaerat dari mercapada fana. Ada juga satu versi lain yang merawi bahwa Sita sukses meloloskan diri dari gemblengan jiwa tersebut.

Wiracarita lainnya

Amir Hamzah:
Riwayat petualangan Amir Hamzah yang mempunyai pelbagai nama: Amir Ambyah, Jayengrana, Menak dan lain sebagainya...yakni paman rasul'lah nabi Muhammad. Seseorang harus menelusuri sejarah kembali pada tarikh ketika Harun-al-Rasyid yang pertama kali mengenjak pulau Jawa sekitar abad XV M. menduduki takhta (sekitar 800 M.).

Wayang Golek
Boneka diolah dengan mengantapi kayu ukiran berbongkol bulat, kepala dan langan dapat dilepaskan; wayang golek yang ditunjang tuding atau gagang lazimnya berpakaian tenunan berwarna-warni, kebanyakan berukuran besar.

Wayang golek menduduki meja kayu bergerek-gerek dengan seruntunan liang - plangkan yang berurutan rumpang, semuanya berlaku demikian agar supaya dalang bisa lebih nyaman mengatur gerak-gerik wayang. Tokoh halus selalu tampil dari palih sisi kanan, sedangkan bagi yang kasar, sebelah kiri.

Wayang golek sering digunakan untuk menamatkan pagelaran wayang kulit peranti menggambarkan perobahan di jagat raya - aluran berangsur dari tahap wujud eksistensi dwimatra ke yang trimatra. Namun rakyat murba Jawa barat lebih menggemari wayang golek karena intisari tematiknya lebih maujud dan duniawi ketimbang wayang kulit yang lebih cenderung bernuansa abstrak, jadi tidak nyana lebih populer di kalangan elit.

Bagi peminat yang ingin memperoleh boneka wayang golek...itu mah sual gampil, atau dengan kata lain itu sih soal gampang...réh iasa dipendak, karena bisa ditemukan di berbagai toko butik, terutama yang berlamparan di kota Bandung, ibukota propinsi Jawqa barat yang menginggapi puser budaya sunda priangan.

Dalang
Berdasarkan tradisi sunda menjelang datangnya agama islam, dalang mengantara antara dewata kahyangan dan insan bumi. Idem, dirinya berperan sebagai wahana sasana untuk menyebarkan tema-tema universal dan kaedah-kaedah agamiah, alhasil dapat dikatakan bahwa inilah satu contoh dari sekian banyak sarana didaktik dalam rangka meladeni kesejahteraan penduduk luak desa.

Dalang mengarah pagelaran yang sekaligus mencancangkan tugas selaku:
- ahli teknik : menghidupkan wayang

- juru ceritera : mengissahkan sandiwara sayu atau melodrama dalam bahasa sunda, terkadang bertutur dalam bahasa indonesia jika dalangnya berbicara sendirian dan badut-badut yang silih témpas - berbicara secara bergantian sama para hadirin.
- penyanyi : persediaan lakon mesti dilafalnya,
- juru tiru : harus meniru suara para tokoh supaya penonton akan segera mengenalnya,

- konduktor : memberi petunjuk ke orkes dan wajib memainkan setiap alat musik yang bersangkutan.

Dalangnya harus menggembirakan penonton selama berjam-jam dan agar memenuhi tuntutan itu, kadangkala, selain mesti berperilaku lebih serius, bahkan amat lentong (aksen bicara yang menghormati) dalam suasana murung hati...dirinya diharap menakrirkan kesadaran akan humor; dari waktu ke waktu, dalang menyisipkan untai-untai kocak dan perbuatan jenaka untuk menyenangkan para hadirin dan memacukan kana'at sesuai kalangenan atau kesukaan penonton. Maka untuk itu ada beberapa tokoh yang kita tidak menjumpai pada babak lebih awal.


Lantas, ini niscaya halwa telinga yang nilai estetika amat berharga, dilapik keselarasan antara santainya adegan lucu dan melankolisme sayu rayu yang memberi kekhasaan pada seni klasik Wayang Golek di Indonesia. Upami nyarios perkawis hal ieu, sayaktosna, nalika saurang kantos ningali tongtonan Wayang Golék, nyindang di wewengkon Parahyangan; tan wandé yen ieu hal anu pasti nu éndah jalaran pamandangan nu meni saé pisan téh ngadamel hatosna teu kapambeng nineung sami srangéngé hurung-hérang matak silo mentrang pagunungan éta anu disimbeuh cahayaanna sareng halimun nalangsa sapertos marakayangan nu ngawengkuna téa - Jika berbicara tentang hal ini, sesungguhnya, ketika seseorang pernah melanja di wilayah Parahyangan - persemayaman dewata, dan menonton pagelaran Wayang Golek; pasti, sebab pemandangan yang bagus sekali ini membikin hatinya tidak mengewa untuk selalu rindu akan indahnya kelap-kelip matahari menjemur pegunungan yang disemburkan cahayanya dan kabut suram bagai arwah gentayangan yang meliputinya...... Begitulah, alam rindang yang menjelma di kalbu apabila menatap tamasya Wayang Golek yang kadang-kadang tampil mengenjut igal-igalan.

Ikhwal keadaannya......Nanging, éta mah sanésna teu iasa janten ngageunjleungkeun kaayaan, teu uninga naha aya inohong nu ngalugas pakarang ka si anu bari nyingray, aéh...engké lanan atuh! Sakedahna, teu kéning dugi ngangluh teuing atanapi nyuhunkeun sarantos ti pak dalang, itu margi aya hal anu pasti nu nuju sumping, malih sanés réhing hamo aya naon-naon nu badé nyintreuk, kajabi nyandak hal anu pasti kanggo samudayana, ieu supados ngadamelna langkung bingah - walaupun begitu, itu bukannya langkara membuat keadaan heboh, entah kenapa ada yang berseregang melutu si anu sembari ongkang-ongkang, eh...nanti dulu! Seharusnya, jangan sampai terlalu murung hati atau minta tempo dari pak dalang, itu sih lantaran ada sesuatu yang datang, malah bukan karena tidak bakal ada apa-apa yang akan menyentil, kecuali membawa sesuatu bagi semuanya, ini supaya membuatnya lebih bahagia. Alhasil, bilih tos palay lali, mohal, nyaéta mung réhma ieu darmawisata téh kabuktosan sayogi miroséa hal anu pasti nu ngawulang pituduh wijaksana éta nu ngayuga tina anggah ungguh budaya Sunda; sanaos kitu, tangtos, dina danget ieu, teu luput yen sadayana téh masihan ka sugri urang kaperyogian hiji jiga sasana anu pangaosna urang ogé iasa ngemut katut nyepeng sapaosna - Alhasil, andai kata sudah mau lupa, mustahil, yaitu hanya karena darmawisara ini terbukti sudi memperlihatkan sesuatu yang mengajar suatu keperluan seperti kebijaksanaan sunyata yang kelahirannya disebabkan oleh tata krama budaya sunda, walau demikian, tentunya, pada saat ini semuanya memberi kepada setiap orang pelajaran yang nilainya kita pun boleh mengingat dan memegang selamanya.
gunungan.gif (6953 bytes)

Tari Ronggeng Gunung (Ciamis, Jawa Barat)

Asal-usul
Ciamis adalah suatu daerah yang ada di Jawa Barat. Di sana ada tarian khas yang bernama “Ronggeng Gunung”. Ronggeng Gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya dilengkapi dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring. Penari utamanya adalah seorang perempuan yang dilengkapi dengan sebuah selendang. Fungsi selendang, selain untuk kelengkapan dalam menari, juga dapat digunakan untuk "menggaet" lawan (biasanya laki-laki) untuk menari bersama dengan cara mengalungkan ke lehernya.

Ada beberapa versi tentang asal-usul tarian yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Ciamis Selatan (masyarakat: Panyutran, Ciparakan, Burujul, Pangandaran dan Cijulang) ini. Versi pertama mengatakan bahwa Ronggeng Gunung diciptakan oleh Raden Sawunggaling. Konon, ketika kerajaan Galuh dalam keadaan kacau-balau karena serangan musuh, Sang Raja terpaksa mengungsi ke tempat yang aman dari kejaran musuh. Dalam situasi yang demikian, datanglah seorang penyelamat yang bernama Raden Sawunggaling. Sebagai ungkapan terima kasih atas jasanya yang demikian besar itu, Sang Raja menikahkan Sang Penyelamat itu dengan putrinya (Putri Galuh). Kemudian, ketika Raden Sawunggaling memegang tampuk pemerintahan, beliau menciptakan tarian yang bernama Ronggeng Gunung sebagai sarana hiburan resmi di istana. Penarinya diseleksi ketat oleh raja dan harus betul-betul mempunyai kemampuan menari, menyanyi, dan berparas cantik, sehingga ketika itu penari ronggeng mempunyai status terpandang di lingkungan masyarakat.

Versi kedua berkisah tentang seorang puteri yang ditinggal mati oleh kekasihnya. Siang dan malam sang puteri meratapi terus kematian orang yang dicintainya. Selagi sang puteri menangisi jenasah kekasihnya yang sudah mulai membusuk, datanglah beberapa pemuda menghampirinya dengan maksud untuk menghiburnya. Para pemuda tersebut menari mengelilingi sang puteri sambil menutup hidung karena bau busuk mayat. Lama-kelamaan, sang puteri pun akhirnya ikut menari dan menyanyi dengan nada melankolis. Adegan-adegan tersebut banyak yang menjadi dasar dalam gerakan-gerakan pada pementasan Ronggeng Gunung saat ini.

Versi ketiga yang ditulis oleh Yanti Heriyawati dalam tesisnya yang berjudul “Doger dan Ronggeng, Dua Wajah Tari Perempuan di Jawa Barat”. Versi ini menyatakan bahwa kesenian Ronggeng Gunung berkait erat dengan kisah Dewi Samboja (www.korantempo.com). Dewi Samboja adalah puteri ke-38 dari Prabu Siliwangi yang bersuamikan Angkalarang. Konon, suatu saat suami sang Dewi yaitu Angkalarang mati terbunuh oleh Kalasamudra (pemimpin bajak laut dari seberang lautan). Dewi Samboja sangat bersedih hatinya karena suami yang dicintainya telah meninggal dunia dan ia sangat marah kepada Kalasamudra yang telah membunuh suaminya. Untuk menghilangkan kesedihan dan sekaligus kemarahan puterinya atas kematian Angkalarang, maka ayahandanya, yaitu Prabu Siliwangi memberikan wangsit kepada Dewi Samboja. Isi wangsit tersebut adalah bahwa untuk dapat membalas kematian Angkalarang dan membunuh Kalasamudra, Dewi Samboja harus menyamar sebagai Nini Bogem, yaitu sebagai seorang penari ronggeng kembang. Dan, berdasar wangsit itulah, Dewi Samboja mulai belajar menari ronggeng dan seni bela diri. Singkat cerita, pergelaran ronggeng di tempat Kalasamudra pun terjadi. Dan, ini berarti kesempatan bagi Dewi Samboja untuk membalas kematian suaminya. Konon, ketika sempat menari bersamanya, Dewi Samboja mewujudkan niatnya, sehingga perkelahian pun tidak dapat dihindari. Perkelahian itu baru berakhir ketika Dewi Samboja dapat membunuhnya.

Versi keempat mirip dengan versi ketiga, hanya jalan ceritanya yang berbeda. Dalam versi ini perkawinan antara Dewi Siti Samboja dan Raden Anggalarang, putra Prabu Haur Kuning dari Kerajaan Galuh, tidak. direstui oleh ayahnya. Untuk itu, pasangan suami-isteri tersebut mendirikan kerajaan di Pananjung, yaitu daerah yang kini merupakan Cagar Alam Pananjung di obyek wisata Pangandaran. Suatu saat kerajaan tersebut diserang oleh para perompak yang dipimpin oleh Kalasamudra, sehingga terjadi pertempuran. Namun, karena pertempuran tidak seimbang, akhirnya Raden Anggalarang gugur. Akan tetapi, istrinya, Dewi Siti Samboja, berhasil menyelamatkan diri.dan mengembara. Dalam pengembaraannya yang penuh dengan penderitaan, sang Dewi akhirnya menerima wangsit agar namanya diganti menjadi Dewi Rengganis dan menyamar sebagai ronggeng. Di tengah kepedihan hatinya yang tidak terperikan karena ditinggal suaminya, Dewi Rengganis berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Tanpa terasa, gunung-gunung telah didaki dan lembah-lembah dituruni. Namun, di matanya masih terbayang bagaimana orang yang dijadikan tumpuan hidupnya telah dibunuh para perompak dan kemudian mayatnya diarak lalu dibuang ke Samudera Hindia. Kepedihan itu diungkapkan dalam lagu yang berjudul “Manangis”. Berikut ini adalah syairnya.

Ka mana boboko suling
Teu kadeuleu-deuleu deui
Ka mana kabogoh kuring
Teu Kadeulu datang deui

Singkat cerita, pergelaran ronggeng akhirnya sampai di tempat Kalasamudra dan Dewi Samboja dapat membalas kematian suaminya dengan membunuh Kalasamudra ketika sedang menari bersama.

Cerita mengenai asal usul tari yang digunakan untuk “balas dendam” ini membuat Ronggeng Gunung seakan berbau maut. Konon, dahulu orang-orang Galuh yang ikut menari menutup wajahnya dengan kain sarung sambil memancing musuhnya untuk ikut hanyut dalam tarian. Oleh karena wajah mereka tertutup sarung, maka ketika musuh mereka terpancing dan ikut ke tengah lingkaran, sebilah pisau mengintip menunggu saat yang tepat untuk ditikamkan. Selain itu, dahulu kesenian Ronggeng Gunung bagi masyarakat Ciamis selatan, bukan hanya merupakan sarana hiburan semata, tetapi juga digunakan sebagai pengantar upacara adat seperti: panen raya, perkawinan, khitanan, dan penerimaan tamu. Mengingat fungsinya yang demikian, maka sebelum pertunjukan dimulai, diadakan sesajen untuk persembahan kepada para leluhur dan roh-roh yang ada di sekitar tempat digelarnya tarian, agar pertunjukan berjalan dengan lancar. Bentuk sesajennya terdiri atas kue-kue kering tujuh macam dan tujuh warna, pisang emas, sebuah cermin, sisir, dan sering pula ditemukan rokok sebagai pelengkap sesaji.

Sebagai catatan, dalam mitologi orang Sunda, Dewi Samboja atau Dewi Rengganis hampir mirip dengan Dewi Sri Pohaci yang selalu dikaitkan dengan kegiatan bertani. Oleh karena itu, tarian Ronggeng Gunung juga melambangkan kegiatan Sang Dewi dalam bercocok tanam, mulai dari turun ke sawah, menanam padi, memanen, sampai akhirnya syukuran setelah panen.

Pemain, Peralatan, dan Pergelaran
Orang-orang yang tergabung dalam kelompok kesenian Ronggeng Gunung biasanya terdiri dari enam sampai sepuluh orang. Namun demikian, dapat pula terjadi tukar-menukar atau meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk memperoleh pesinden lalugu, yaitu perempuan yang sudah berumur agak lanjut, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak dapat dibawakan oleh pesinden biasa. Sedangkan, peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Ronggeng Gunung adalah tiga buah ketuk, gong dan kendang.
Sebagai catatan, untuk menjadi seorang ronggeng pada zaman dahulu memang tidak semudah sekarang. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain bentuk badan bagus, dapat melakukan puasa 40 hari yang setiap berbuka puasa hanya diperkenankan makan pisang raja dua buah, latihan nafas untuk memperbaiki suara, fisik dan juga rohani yang dibimbing oleh ahlinya. Dan, yang umum berlaku, seorang ronggeng harus tidak terikat perkawinan. Oleh karena itu, seorang penari ronggeng harus seorang gadis atau janda.

Tari Ronggeng Gunung bisa digelar di halaman rumah pada saat ada acara perkawinan, khitanan atau bahkan di huma (ladang), misalnya ketika dibutuhkan untuk upacara membajak atau menanam padi ladang. Durasi sebuah pementasan Ronggeng Gunung biasanya memakan waktu cukup lama, kadang-kadang baru selesai menjelang subuh.

Perkembangan
Perkembangan Ronggeng Gunung pada periode tahun 1904 sampai tahun 1945, banyak terjadi pergeseran nilai dalam penyajiannya, misalnya dalam cara menghormat yang semula dengan merapatkan tangan di dada berganti dengan cara bersalaman. Bahkan, akhirnya cara bersalaman ini banyak disalahgunakan, dimana penari laki-laki atau orang-orang tertentu bukan hanya bersalaman melainkan bertindak lebih jauh lagi seperti mencium, meraba dan sebagainya. Bahkan, kadang-kadang penari dapat dibawa ke tempat sepi. Karena tidak sesuai dengan adat-istiadat, maka pada tahun 1948 kesenian Ronggeng Gunung dilarang dipertunjukkan untuk umum. Baru pada tahun 1950 kesenian Ronggeng Gunung dihidupkan kembali dengan beberapa pembaruan, baik dalam tarian maupun dalam pengorganisasiannya sehingga kemungkinan timbulnya hal-hal negatif dapat dihindarkan.

Untuk mencegah pandangan negatif terhadap jenis tari yang hampir punah ini diterapkan peraturan-peraturan yang melarang penari dan pengibing melakukan kontak (sentuhan) langsung. Beberapa adegan yang dapat menjurus kepada perbuatan negatif seperti mencium atau memegang penari, dilarang sama sekali. Peraturan ini merupakan suatu cara untuk menghilangkan pandangan dan anggapan masyarakat bahwa ronggeng identik dengan perempuan yang senang menggoda laki-laki.

Foto:
http://www.anjjabar.go.id

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kamis, 19 Maret 2009

Pada zaman dahulu kala sering kali kita mendengar berbagai macam sejarah, mite, legenda dll. berbagai nama legenda yang melegenda diberbagai daerah yang ada di bumi pertiwi ini, salah satunya adalah didaerah Ciamis Jawa Barat yang dikenal dengan Ciung Wanara.

alkisah: Prabu Barma Wijaya Kusuma memerintah kerajaan Galuh yang sangat luas. Permaisurinya 2 orang. Yang pertama bernama Pohaci Naganingrum dan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep. Keduanya sedang mengandung. Pada bulan ke-9 Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra. Raja sangat bersuka cita dan sang putra diberi nama Hariang Banga. Hariang Banga telah berusia 3 bulan, namun permaisuri Pohaci Naganingrum belum juga melahirkan. Khawatir kalau-kalau Pohaci melahirkan seorang putra yang nanti dapat merebut kasih sayang raja terhadap Hariang Banga, Dewi Pangrenyep bermaksud hendak mencelakakan putra Pohaci.

Setelah bulan ke-13 Pohaci pun melahirkan. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang dayang-dayang pun diperkenankan menolong Pohaci, melainkan Pangrenyep sendiri.

Dengan kelihaian Pangrenyep, putra Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.

Karena aib yang ditimbulkan Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Pohaci. Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah raja terhadap Pohaci, permaisuri junjungannya. Pohaci diantarkannya ke desa tempat kelahirannya, namun dilaporkannya telah dibunuh.

Adalah seorang Aki bersama istrinya, Nini Balangantrang, tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Sudah lama mereka menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki. Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.

Betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi bayi beserta telur ayam, Mereka asuh bayi itu dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa. Anak angkat ini mereka beri nama Ciung Wanara.

Setelah besar bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Terus terang Aki dan Nini menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya.

Suatu hari Ciung Wanara pamit untuk menyabung ayamnya dengan ayam raja, karena didengarnya raja gemar menyabung ayam. Taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam raja kalah, raja harus bersedia mengangkatnya menjadi putra mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut.

Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa benahun-tahun yang lampau tentang permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan. Raja tidak menyadari hal itu, tetapi sebaliknya Si Lengser sangat terkesan akan hal itu.Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra raja sendiri.

Setelah persabungan, ayam baginda kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra mahkota. Dalam pesta pengangkatan putra mahkota, raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga. Selesai pesta pengangkatan putra mahkota Si Lengser bercerita kepada raja tentang hal yang sesungguhnya mengenai permaisuri Pohaci Naganingrum dan Ciung Wanara.

Mendengar cerita itu raja memerintahkan pengawal agar Dewi Pehgrenyep ditangkap. Akibatnya timbul perkelahian antara Hariang Banga dengan Ciung Wanara. Tubuh Hariang Banga dilemparkan ke seberang sungai Cipamali yang sedang banjir besar. Sejak itulah kerajaan Galuh dibagi menjadi 2 bagian dengan batas sungai Cipamali. Di bagian barat diperintah oleh Hariang Banga. Orang-orangnya menyenangi kecapi dan menyenangi pantun. Sedangkan bagian timur diperintah oleh Ciung Wanara. Orang-orangnya menyenangi wayang kulit dan tembang. Kegemaran penduduk akan kesenian tersebut masih jelas dirasakan sampai sekarang.